DUNIA OPINI


IBU BUKAN BUDAK
(Refleksi Hari Ibu)
Oleh : Elly Agustina
Kepala Departemen Kaderisasi KAMMI STAIN Metro


Pembantu rumah tangga yang lebih dominan kaum wanita bukanlah budak, tetapi perlakuan tidak manusiawi kerap menimpa mereka. Di Indonesia, nasib para pembantu rumah tangga mungkin tidak separah nasib para TKW di Arab Saudi, tapi mungkin saja tindak kekerasan baik fisik maupun non fisik seperti penghinaan, upah, jam kerja berlebihan juga telah menimpa mereka. Baru-baru ini kita juga menyaksikan bagaimana seorang pembantu rumah tangga harus keluar masuk pengadilan karena dituduh mencuri perhiasan majikan bahkan sampai menjadi dalang penculikan anak majikannya, dan tragisnya kebanyakan pembantu itu adalah wanita. Ia adalah ibu dari anak-anak di Indonesia.
Berniat memburu riyal, dolar, ringgit dan mata uang lainnya, justru menjadi penyebab mereka menjemput ajal. Mungkin itulah ungkapan yang tepat bagi nasib sebagian Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga di tanah Arab. Derita Sumiati, perempuan cantik berusia 23 tahun asal Dompu Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengalami tindak kekerasan hingga kedua kakinya nyaris lumpuh, jari-jemari retak, bibir bagian atas hilang dan gigi pun rontok, serta tewasnya Kikim Komalasari yang kemudian ditemukan di tempat sampah di kota Abha Arab Saudi, Win Faidah TKW asal Lampung, Nirmala Bonat, dan masih banyak lagi Pembantu rumah tangga yang menambah daftar panjang derita TKW di negeri orang.

            Menurut catatan LSM Migrant Care, setidaknya lebih dari 40.000 TKW yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga mengalami tindak kekerasan, mulai dari pelecehan seksual, penyiksaan, penelantaran, gaji tak dibayar bahkan sampai hilang nyawa. Akibatnya, banyak TKW yang melarikan diri dan memilih untuk pulang ke negaranya meski itu hanya keinginan belaka, karena ketatnya filterisasi Negara yang tidak memungkinkan mereka dengan mudah pulang ke tanah airnya. Persoalan TKW dan TKI yang sudah melampaui angka 4 juta lebih (belum termasuk yang illegal) di berbagai negara adalah tamparan keras bagi pemerintah Republik Indonesia yang tak juga kunjung memperlihatkan perhatian serius terhadap jutaan rakyatnya yang mengais rezeki di negeri orang dengan mempertaruhkan harga diri bangsa dan nyawa mereka.
Penyiksaan TKW tiap tahun terjadi, tapi pemerintah Indonesia seolah tak punya nyali untuk mengatasi kekerasan yang terus merus dialami oleh TKW di negara-negara yang punya hubungan diplomatik dengan Indonesia. Entah sudah berapa banyak TKW di luar negeri yang bekerja tanpa gaji, mengalami pemerkosaan, penyiksaan sampai ada yang mengalami cacat seumur hidup, bahkan pulang ke tanah iar dengan status almarhumah, pun pemerintah Indonesia tetap saja tak bisa berbuat apa-apa. Namun jauh sebelum ini sejarah telah mengajarkan pada kita tentang perlakuan bangsa Arab terhadap para budak.
Di Arab seorang budak dapat diperlakukan apa saja bahkan diperlakukan seperti binatang. Jika tidak dapat memenuhi keinginan majikannya, budak itu boleh dipukul, dan diperjual-belikan. Jelas terwakilkan oleh kisah Bilal Bin Rabbah ketika bersikeras mempertahankan keimanannya hingga ia rela dihimpit batu besar dalam cuaca yang sangat panas. Islam datang membawa perubahan dengan seperangkat hukum yang ditujukan untuk memecahkan persoalan perbudakan, serta membuat aturan-aturan tertentu (sistem) yang berhubungan dengan budak, agar tidak terjadi lagi ketimpangan sosial dan pelanggaran hak asasi manusia.  Karena itu, Nabi menyuruh para sahabat untuk membebaskan para budak, baik sebagai anjuran atau pun sebagai sebuah kewajiban (kaffarat) akibat pelanggaran syariat agama. Allah SWT berfirman; ”….Siapa saja yang membunuh seorang mukmin karena kesalahan, hendaklah ia membebaskan budak atau membayar denda yang diserahkan kepada keluarganya..” (QS. al-Nisa: 92)
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi pernah bersabda bahwa para pembantu itu termasuk bagian dari saudara yang Allah jadikan berada di bawah kekuasaan majikan. Nabi bersabda: Barang siapa yang saudaranya di bawah kekuasaannya, hendaklah ia memberinya pakaian seperti pakaian yang ia kenakan, janganlah kalian bebani mereka dengan apa yang memberatkan mereka. Jika kalian membebani mereka dengan apa yang memberatkan, maka bantulah mereka. (HR. Bukhari Muslim). Kebanyakan pekerja-pekerja itu adalah wanita. Sosok ibu yang senantiasa bermujahadah demi keluarga. Mereka terlahir bukan untuk dijadikan obyek penyiksaan, penganiayaan, dan kekerasan. Pembantu adalah kenyataan sosial, mempunyai hak mendapatkan perlindungan hukum, harta, jiwa, kebebasan berekspresi, berbicara sama seperti yang dimiliki setiap orang. Sebagai manusia biasa, pembantu rumah tangga tentu tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Meski demikian, perlakuan terhadap mereka tidak boleh melampaui batas-batas kemanusiaan seperti yang menimpa para TKW di luar negeri.

Islam telah memerintahkan kaum muslim untuk berbuat baik kepada pembantunya, tidak boleh menyamakan pembantu dengan binatang yang seenaknya disuruh, dipaksa dan dipukul untuk memenuhi keinginan majikannya. Nabi bersabda; Jangan memukul pembantumu, jika mereka memecahkan barang pecah-belahmu. Sesungguhnya barang pecah-belah itu ada waktu ajalnya seperti ajalnya manusia. (H.R. Thabrani).
 Jumlah TKW dan TKI yang sudah jutaan di luar negeri adalah pertanda bahwa pemerintah Indonesia tidak mampu menciptakan lapangan kerja untuk rakyatnya dan juga menjadi pertanda bahwa kemiskinan di Indonesia sudah pada titik nadir. Angka pengangguran dalam negeri yang dari tahun ke tahun menunjukkan grafik naik, tidak juga dijadikan cambuk oleh pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja. Angka pengangguran yang terus meningkat adalah salah satu pendorong meningkatnya pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Selamat Hari Ibu, semoga Ibu mendapat tempat yang layak di manapun mereka berada!